Prioritas Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
(Ignatius Tuah Rino, S.Fil)
Dunia pendidikan
nasional kita sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang pantas dari
pemerintah. Seakan-akan sektor pendidikan terpinggirkan oleh semaraknya sektor
ekonomi. Pada masa pemerintahan Orde Baru dunia pendidikan telah terkooptasi
oleh kekuasaan untuk kemapaman rezim. Harus diakui bahwa persoalan dalam
pendidikan memiliki keterkaitan dengan banyak sektor termasuk pergumulan dengan
krisis ekonomi yang masih berkepanjangan.
Saat ini energi
yang digunakan begitu besar tercurah untuk usaha pemulihan krisis ekonomi.
Biaya rekapitulasi perbankan, pengadaan dana-dana, dianggap lebih krusial dan
kritis untuk ditangani. Akibatnya sekali lagi sektor pendidikan belum mendapat
perhatian yang utama. Ekonomi masih menjadi yang terutama. Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul kemudian adalah dengan dana yang sangat minim apakah bisa
meningkatkan kualitas pendidikan? Bagaimana dengan kesenjangan pendidikan
antara pulau dengan pulau-pulau yang lainnya? Bagaimana dengan usaha perbaikan
kesejahteraan nasib guru? Begitu kompleksnya persoalan sehingga dibutuhkan
suatu kajian yang komprehensif mengenai masalah pendidikan. Kali ini yang akan
dibedah adalah persoalan seputar tenaga pendidik (guru) yang boleh dikatakan
Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
Dalam persoalan
pendidikan di Indonesia bila ditelaah lebih lanjut ternyata ada banyak faktor
yang membelenggunya. Awalnya adalah pengorbanan yang telah guru berikan kurang
diberi penghargaan yang sepantasnya atau jarang sekali sekarang kita mengatakan
bahwa guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Sampai saat ini masih banyak para
guru yang digaji dengan gaji sangat minim, sehingga hidup mereka masih berada
di bawah standar hidup minimum. Belum lagi ‘pengebirian’ gaji yang sering
terjadi. Kurangnya perhatian dari pemerintah dan swasta terhadap kesejahteraan
guru ini mengakibatkan semakin berkurangnya minat kaum muda potensial untuk
berprofesi sebagai guru. Kesejahteraan guru yang kurang memadai menciptakan image
di mata masyarakat, nasib guru tak seindah lagu himne guru.
Persoalan selanjutnya
adalah kebutuhan akan guru selalu meningkat atau ada kesan bahwa kita selalu
kekurangan guru. Akhirnya hal ini bermuara pada proses penyeleksian untuk
merekrut tenaga pendidik tidak melewati proses yang ketat yang mengutamakan
aspek kualitatif seperti pada bidang profesi yang lain, tetapi sepertinya (jika
tidak) hanya berprinsip ‘asal ada guru untuk mengajar’ tanpa penilaian lebih
jauh pada aspek kelayakannya. Kemudian hal lain yang bisa ditebak, kecerdasan
seorang tenaga pengajar untuk mentransformasikan atau menterjemahkan kurikulum
pendidikan ke dalam bentuk-bentuk atau teknis pengajaran yang varitatif kurang
tampak.
Jadi kemiskinan
seorang guru bukan hanya kemiskinan secara material tetapi juga dalam bentuk
yang lain yaitu kemiskinan intelektual. Kemiskinan materiil memaksa guru untuk
berusaha mencari sumber-sumber ekonomi yang lain. Sehingga dengan terbaginya
konsentrasi dari bidang keprofesionalannya ke bidang yang lain kadangkala
membuat sang guru lupa akan profesi utamanya.
Pada bagian ini kasusnya sangat spesifik dan minor namun
riil terjadi. Kadangkala juga guru kewalahan di depan kelas bahkan absent
karena tidak ada persiapan materi dan mental secara memadai. Sedangkan
kemiskinan intelektual membuat sang guru terpasung dalam pola pikir lama. Hal
ini bisa dilihat dari cara atau teknis penyampaian materi yang monoton, monolog
(satu arah), membosankan dan kurang adaptif terhadap kurikulum.
Jadi untuk melahirkan bangsa yang cerdas terlebih dahulu
gurunya harus berkompeten dan cerdas. Dialah yang harus berubah terlebih
dahulu. Dialah pahlawan tanpa tanda jasa. Gelar tersebut patut kita hargai
kepada sang guru. “Seorang murid tidak akan pandai jika tidak ada gurunya !”
demikianlah kata Pahlawan Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Bagaimana para guru
akan melahirkan manusia-manusia cerdas jika dia sendiri belum cerdas?
Pertanyaan seperti ini akan terus relevan dengan dunia pendidikan kita selama
pemerintah sendiri belum memprioritaskan bidang pendidikan sebagai bidang yang
sangat penting. Selama belum ada political will untuk mencerahkan dunia
pendidikan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar