Kamis, 26 Oktober 2017



Prioritas Guru: Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
(Ignatius Tuah Rino, S.Fil)

            Dunia pendidikan nasional kita sampai saat ini belum mendapatkan perhatian yang pantas dari pemerintah. Seakan-akan sektor pendidikan terpinggirkan oleh semaraknya sektor ekonomi. Pada masa pemerintahan Orde Baru dunia pendidikan telah terkooptasi oleh kekuasaan untuk kemapaman rezim. Harus diakui bahwa persoalan dalam pendidikan memiliki keterkaitan dengan banyak sektor termasuk pergumulan dengan krisis ekonomi yang masih berkepanjangan.
            Saat ini energi yang digunakan begitu besar tercurah untuk usaha pemulihan krisis ekonomi. Biaya rekapitulasi perbankan, pengadaan dana-dana, dianggap lebih krusial dan kritis untuk ditangani. Akibatnya sekali lagi sektor pendidikan belum mendapat perhatian yang utama. Ekonomi masih menjadi yang terutama. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian adalah dengan dana yang sangat minim apakah bisa meningkatkan kualitas pendidikan? Bagaimana dengan kesenjangan pendidikan antara pulau dengan pulau-pulau yang lainnya? Bagaimana dengan usaha perbaikan kesejahteraan nasib guru? Begitu kompleksnya persoalan sehingga dibutuhkan suatu kajian yang komprehensif mengenai masalah pendidikan. Kali ini yang akan dibedah adalah persoalan seputar tenaga pendidik (guru) yang boleh dikatakan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa.
            Dalam persoalan pendidikan di Indonesia bila ditelaah lebih lanjut ternyata ada banyak faktor yang membelenggunya. Awalnya adalah pengorbanan yang telah guru berikan kurang diberi penghargaan yang sepantasnya atau jarang sekali sekarang kita mengatakan bahwa guru itu pahlawan tanpa tanda jasa. Sampai saat ini masih banyak para guru yang digaji dengan gaji sangat minim, sehingga hidup mereka masih berada di bawah standar hidup minimum. Belum lagi ‘pengebirian’ gaji yang sering terjadi. Kurangnya perhatian dari pemerintah dan swasta terhadap kesejahteraan guru ini mengakibatkan semakin berkurangnya minat kaum muda potensial untuk berprofesi sebagai guru. Kesejahteraan guru yang kurang memadai menciptakan image di mata masyarakat, nasib guru tak seindah lagu himne guru.
            Persoalan selanjutnya adalah kebutuhan akan guru selalu meningkat atau ada kesan bahwa kita selalu kekurangan guru. Akhirnya hal ini bermuara pada proses penyeleksian untuk merekrut tenaga pendidik tidak melewati proses yang ketat yang mengutamakan aspek kualitatif seperti pada bidang profesi yang lain, tetapi sepertinya (jika tidak) hanya berprinsip ‘asal ada guru untuk mengajar’ tanpa penilaian lebih jauh pada aspek kelayakannya. Kemudian hal lain yang bisa ditebak, kecerdasan seorang tenaga pengajar untuk mentransformasikan atau menterjemahkan kurikulum pendidikan ke dalam bentuk-bentuk atau teknis pengajaran yang varitatif kurang tampak.
            Jadi kemiskinan seorang guru bukan hanya kemiskinan secara material tetapi juga dalam bentuk yang lain yaitu kemiskinan intelektual. Kemiskinan materiil memaksa guru untuk berusaha mencari sumber-sumber ekonomi yang lain. Sehingga dengan terbaginya konsentrasi dari bidang keprofesionalannya ke bidang yang lain kadangkala membuat sang guru lupa akan profesi utamanya.
Pada bagian ini kasusnya sangat spesifik dan minor namun riil terjadi. Kadangkala juga guru kewalahan di depan kelas bahkan absent karena tidak ada persiapan materi dan mental secara memadai. Sedangkan kemiskinan intelektual membuat sang guru terpasung dalam pola pikir lama. Hal ini bisa dilihat dari cara atau teknis penyampaian materi yang monoton, monolog (satu arah), membosankan dan kurang adaptif terhadap kurikulum.
Jadi untuk melahirkan bangsa yang cerdas terlebih dahulu gurunya harus berkompeten dan cerdas. Dialah yang harus berubah terlebih dahulu. Dialah pahlawan tanpa tanda jasa. Gelar tersebut patut kita hargai kepada sang guru. “Seorang murid tidak akan pandai jika tidak ada gurunya !” demikianlah kata Pahlawan Pendidikan Ki Hajar Dewantara. Bagaimana para guru akan melahirkan manusia-manusia cerdas jika dia sendiri belum cerdas? Pertanyaan seperti ini akan terus relevan dengan dunia pendidikan kita selama pemerintah sendiri belum memprioritaskan bidang pendidikan sebagai bidang yang sangat penting. Selama belum ada political will untuk mencerahkan dunia pendidikan kita.

     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LOVE EACH OTHER Rangkaian bunga, boneka, cokelat dengan tema Hari Kasih Sayang (Valentine's Day) terlihat indah dan penuh ci...