Rabu, 25 Oktober 2017

PANDANGAN MORAL KATOLIK TENTANG HUBUNGAN SEKS PRA – NIKAH

PANDANGAN MORAL KATOLIK
 TENTANG HUBUNGAN SEKS PRA – NIKAH

PANDANGAN MORAL KATOLIK TENTANG SEKSUALITAS
Seksualitas Menurut Kitab Suci
Seksualitas Menurut Perjanjian Lama
      Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama tertulis bahwa pria dan wanita diciptakan satu untuk yang lain (bdk. Kej 2:18). Satu untuk yang lainnya mengartikan bahwa adanya aksi dan reaksi antarkeduanya. Dalam Kidung Agung 4:12 dilukiskan tentang kenikmatan cinta yang hanya boleh dinikmati oleh dua orang saja. Di sinilah muncul antara aksi dan reaksi dari kedua pasangan itu.
      Telah kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Lama perbuatan asusila dan juga tentang seks pra-nikah berada dalam hukum Perjanjian Lama. Manusia diciptakan dengan dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Ke dalam diri dua sosok manusia ini Allah memberikan potensi atau kemungkinan untuk bertumbuh dan berkembang (bdk. Kej 1:28). Dengan kata lain, Allah merestui dan memberkati hubungan seksual manusia. Dengan cara ini manusia bertumbuh dan bertambah banyak di dunia ini.
      Sejak penciptaan manusia pertama (Adam dan Hawa) perbuatan seks memang sudah tampak. Adam dan Hawa diciptakan untuk hidup saling membutuhkan dan menguasai dunia (Kej 2:7). Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria. Pandangan ini menunjukkan pemahaman penting mengenai seksualitas, yakni bahwa secara kodrati, pria dan wanita mempunyai unsur kesatuan.

Seksualitas Menurut Perjanjian Baru
      Tubuh manusia dan organ-organ seksnya merupakan anugerah istimewa Allah kepada manusia. Secara logis Allah merestui relasi seksual manusia. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Santo Paulus bahwa kawin itu lebih baik bahkan diharuskan daripada hangus oleh nafsu (lih.1 Kor 7:9). Selain itu juga dalam Perjanjian Baru kita dapat menemukan kisah tentang para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang mendapatkan perempuan yang berzinah (lih. Yoh 8:3). Akan tetapi, Yesus tidak menghukum perempuan itu, karena perempuan itu bersujud meminta ampun dan bertobat atas perbuatannya itu. Hal ini mau melukiskan bahwa Tuhan masih memberikan pengampunan kepada hamba-Nya yang melakukan dosa perzinahan (dosa besar).
Sama dengan berbagai percabulan, seks sebelum menikah berulangkali dicela dalam Alkitab (Kisah Rasul 15:20; 1 Korintus 5:1; 6:13; 18; 7:2; 10:8, 2 Korintus 12:21; Galatia 5:19; Efesus 5:3; Kolose 3:5; 1 Tesalonika 4:3). Alkitab mendorong untuk tidak berhubungan seks sebelum menikah. Seks sebelum menikah atau tindakan cabul lainnya seperti pemerkosaan sama halnya dengan perzinahan. Seks antara suami dan istri adalah satu-satunya bentuk hubungan seks yang Tuhan restui (Ibrani13:4).
Dengan demikian Yesus mengajak para pendosa untuk bertobat dan percaya kepada-Nya, sebab dosa menjadikan manusia sebagai budak setan.

Seksualitas Menurut Gereja Katolik      
Konstitusi Gaudium Et Spes
      Dalam era globalisasi dan kemajuan dunia yang semakin moderen nilai dari suatu perkawinan banyak dirusakan oleh berbagai praktek penyelewengan di antaranya poligami, perceraian, cinta bebas, perkawinan yang diperkosa oleh sikap egoisme, hedonisme serta usaha menghalangi kelahiran dengan cara tak halal. Selain itu juga situasi ekonomis, sosial, dan psikologis turut mempengaruhi penghayatan hidup berkeluarga. Di sinilah gereja dituntut untuk bertanggung jawab dalam menjawabi semua problematika ini (GS. 47).
      Cinta kasih antara suami dan istri adalah rahmat yang diberikan oleh Allah. Perwujudan istimewa dari cinta itu dalam perkawinan adalah melakukan hubungan seksual (GS. 49). Pernikahan suami istri pada dasarnya diarahkan kepada keturunan. Di sini suami dan istri diajak bekerjasama dengan pencipta.
      Kesuburan menjadi faktor penting dari perkawinan. Meskipun demikian harus selalu disadari bahwa keturunan bukanlah satu-satunya tujuan dari perkawinan itu (GS. 50). Dengan demikian seks pra-nikah merusak karakter fundamental perkawinan dengan mengarahkan seksualitas sebatas untuk memperoleh kenikmatan semata-mata.
 
Seruan Apostolik Familiaris Consortio
      Dokumen Familiaris Consortio dikeluarkan pada tanggal 22 November 1981 oleh Paus Yohanes Paulus II. Anjuran Apostolik ini memusatkan perhatian pada keluarga sebagai komunitas hidup dan cinta yang mempunyai tugas membentuk komunitas pribadi, mengabdi kehidupan, partisipasi dalam hidup perutusan gereja.
      Paus Yohanes Paulus II dalam mengikuti sinode para uskup sedunia pada tahun 1980 di Roma dia mengatakan:
Keluarga sebagai komunitas hidup dan cinta mempunyai tugas mengabdi kepada kehidupan, yakni bahwa cinta suami dan istri harus bersifat subur, baik dalam arti membuahkan kekayaan moral dan spiritual.[4]
      Dalam zaman yang ditandai sikap anti kehidupan ini Gereja berjuang untuk membela kehidupan dengan menolak segala macam cara pembunuhan dan pencegahan kehamilan dengan cara yang kurang manusiawi.
      Jadi jelas bahwa ajaran Gereja tentang seksualitas selalu dikaitkan dengan perkawinan. Secara umum seksualitas dipandang sangat positif. Segala yang bertentangan dan yang meremehkan seksualitas, ditolak oleh Gereja. Setiap praktek yang menyimpang dikecam dan dikutuk oleh Gereja.

Kitab Hukum Kanonik
      Dalam Kitab Hukum Kanonik dijelaskan bahwa ada orang yang karena alasan-alasan psikis tertentu, tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan. Karena itu pula tidak mampu untuk memasuki suatu perkawinan. Misalnya saja seseorang tersebut sebelum menikah dengan istrinya dia sudah melakukan seksual dengan perempuan lain dan perempuan itu pun menuntut pertanggungjawaban.
      Oleh karena itu sebelum melakukan pernikahan kedua pasangan harus ada kesepakatan dan mengerti terlebih dahulu tujuan dari pernikahan tersebut dalam membentuk suatu persekutuan hidup (Kan.1096 $1). Sehingga secara ekspisit bahwa semua orang diandaikan mempunyai hak untuk menikah, asalkan tidak ada dasar hukum untuk membuktikan kebalikannya.

PENILAIAN MORAL KATOLIK TENTANG HUBUNGAN SEKS PRA–NIKAH
Aspek Biologis
      Dalam melakukan seks baik pria maupun wanita secara biologis tentunya merasakan suatu kepuasan, kenikmatan, dan kebahagiaan bersama. Bagaimana dengan mereka yang melakukan seks pra nikah? Bagi mereka yang melakukan seks pra – nikah tentunya juga merasakan hal yang sama, jika tidak ada unsur paksaan dari antara mereka (saling mengingini).
      Secara biologis sebenarnya alat kelamin manusia hanya bisa berfungsi untuk membuang air dan sebagainya. Misalnya, bagi laki-laki mengeluarkan air mani ketika mimpi basah. Dan perempuan mendapatkan haid. Oleh karena itu kita perlu menjaga alat kelamin kita dengan sebaik-baiknya. Seks pra-nikah jika dilakukan secara terus-menerus maka secara biologis dapat merusak alat vital seseorang dan menjadi beban dari pria seandainya perempuan tersebut hamil.
      Oleh karena itu, Gereja Katolik memberikan gambaran yang jelas terhadap seksualitas, yakni seksualitas yang hanya boleh dilakukan oleh suami dan istri dengan penuh setia, ekslusif dan subur. Sehingga memperoleh keturunan dilihat sebagai salah satu ciri biologis dari cinta suami dan istri.
     
Aspek Sosial
      Dua orang yang melakukan seks pra-nikah akan terluka dengan berbagai cara yang tidak terantisipasi. Jika sampai dua orang ini menikah pun, mereka sudah kehilangan rasa hormat terhadap satu sama lain dan tentunya mereka akan malu baik terhadap keluarga maupun lingkungan masyarakat. Bahkan pasangan ini bisa-bisa mengalami kepahitan satu sama lain dan masalah seksual akan menjadi masalah terbesar  sepanjang pernikahan mereka.
      Seks pra-nikah memiliki begitu banyak konsekuensi. Tentu sudah sangat sering kita mendengar atau menjadi saksi mereka  yang hamil di luar nikah,  yang melakukan aborsi, terkena penyakit kelamin atau bahkan AIDS. Itu adalah beberapa contoh resiko yang dengan sekejap mata bisa merusak total masa depan.
      Penghentian proses generatif, terutama pengguguran atau aborsi dan juga proses sterilisasi langsung baik tetap maupun sementara ditolak keras oleh pihak gereja. Kalau ada alasan indikasi fisik atau psikologis untuk mengatur kehamilan suami dan istri boleh membatasi hubungan seks mereka pada saat mengalami ketidaksuburan saja.
 Efek jangka panjangnya akan lebih parah lagi. Sebagian besar pasangan yang bercerai ternyata pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah? Karena ternyata banyak dari mereka yang terpaksa menikah hanya karena telah melakukan hubungan seksual. Setelah menikah, mereka akan masuk ke dunia sebenarnya dimana iming-iming yang diberikan seks pra-nikah hanya menjadi seperti ‘janji palsu'.

Aspek Agama
      Seks sebelum menikah menjadi begitu umum karena berbagai sebab. Terlalu sering kita memusatkan perhatian pada aspek “rekreasi” dari seks tanpa memperhatikan aspek “re-kreasi” dari seks. Benar, seks itu menyenangkan. Allah mendesain seks untuk itu. Dia menghendaki laki-laki dan perempuan menikmati aktifitas seksual (dalam lingkup pernikahan). Namun demikian, tujuan utama dari seks bukanlah kesenangan, namun reproduksi.
Allah melarang hubungan seks sebelum pernikahan bukan dengan maksud supaya kita tidak mendapat kesenangan, melainkan untuk melindungi martabat kita sebagai pria dan wanita. Bayangkan, betapa dunia kita ini akan menjadi lebih baik jikalau maksud Allah dengan seksualitas ini diikuti: penyakit kelamin akan berkurang, ibu yang tidak menikah akan berkurang, aborsi akan berkurang, dll.
Tidak berhubungan seks sebelum menikah adalah satu-satunya jalan Tuhan. Abstinensi (tidak berhubungan seks sebelum menikah) menyelamatkan nyawa, melindungi para bayi, menempatkan hubungan seks pada nilai yang sebenarnya, dan yang paling penting: menghormati Tuhan.
Gereja Katolik melihat bahwa relasi seksual merupakan puncak persatuan cinta suami dan istri. Di sana Allah berperan penting dalam kesatuan itu, di mana Allah menghendaki kasih emosional (eros) suami dan istri tidak menjadi kasih penuh nafsu birahi saja. Bila ini terealisai, sudah menjadi bukti penghargaan manusia atas pemberian istimewa dari Allah.
  
Epilog
      Perilaku seks pra-nikah memang dikenal sebagai perilaku yang membawa dampak moral serta agama. Seksualitas sebagai salah satu di antara nilai-nilai yang tak mungkin luput dari perhitungan manusia. Dalam meneropong seksualitas sebagai realitas yang mesti melekat dengan nilai-nilai moral, kita memerlukan langkah penjernihan ketika kita berhadapan dengan berbagai fakta penyelewengan atas seksualitas. Untuk itu yang terpenting adalah memperhatikan aspek subjektif dan objektif dari segala tindakan yang ada, menyadari kompleksitas dan integritas seksualitas manusia, mengenal dimensi personal, interpersonal serta sosialnya sebagai unsur esensial dalam melontarkan setiap penilaian moral dan agama.
      Bila kita menilai seks pra-nikah dengan kacamata apapun itu tetap merupakan perbuatan yang membawa pengaruh besar bagi kedua pasangan Akan tetapi, seorang pria akan berpikir bahwa yang menderita hanyalah pihak wanita saja. Pernyataan itu salah. Memang pihak wanita akan menderita. Dia akan merasa ‘terikat' dengan pria yang kepadanya sudah dia berikan tubuhnya. Bahkan lebih parah lagi, dia bisa menjadi wanita yang akhirnya bisa menyerahkan tubuhnya pada siapa saja. Dan di dalam harga diri yang hancur itu, jiwanya sebenarnya sangat terluka. Pria juga akan terluka secara psikologis dan akan berpengaruh pada rumah tangganya nanti. Ada rasa bersalah, yang akan melahirkan banyak persoalan, salah satunya dengan ketagihan seksual yang mengikat.
      Oleh karena itu, jangan pernah bersandar pada perasaan untuk membuat keputusan dalam hidup ini, terutama mengenai seks pra-nikah. Perasaan bisa berubah kapan saja, dan bergantung padanya bisa membawa kita ke dalam masalah, terutama ke dalam dosa.

dalam VOX, 43/3/1999, p. 36.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LOVE EACH OTHER Rangkaian bunga, boneka, cokelat dengan tema Hari Kasih Sayang (Valentine's Day) terlihat indah dan penuh ci...