PANDANGAN MORAL KATOLIK
TENTANG HUBUNGAN SEKS PRA – NIKAH
PANDANGAN
MORAL KATOLIK TENTANG SEKSUALITAS
Seksualitas
Menurut Kitab Suci
Seksualitas
Menurut Perjanjian Lama
Dalam
Kitab Suci Perjanjian Lama tertulis bahwa pria dan wanita diciptakan satu untuk
yang lain (bdk. Kej 2:18). Satu untuk yang lainnya mengartikan bahwa adanya
aksi dan reaksi antarkeduanya. Dalam Kidung Agung 4:12 dilukiskan tentang
kenikmatan cinta yang hanya boleh dinikmati oleh dua orang saja. Di sinilah
muncul antara aksi dan reaksi dari kedua pasangan itu.
Telah
kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Lama perbuatan asusila dan juga tentang
seks pra-nikah berada dalam hukum Perjanjian Lama. Manusia diciptakan dengan dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Ke
dalam diri dua sosok manusia ini Allah memberikan potensi atau kemungkinan
untuk bertumbuh dan berkembang (bdk. Kej 1:28). Dengan kata lain, Allah
merestui dan memberkati hubungan seksual manusia. Dengan cara ini manusia
bertumbuh dan bertambah banyak di dunia ini.
Sejak
penciptaan manusia pertama (Adam dan Hawa) perbuatan seks memang sudah tampak.
Adam dan Hawa diciptakan untuk hidup saling membutuhkan dan menguasai dunia
(Kej 2:7). Wanita diciptakan dari tulang rusuk pria. Pandangan ini menunjukkan
pemahaman penting mengenai seksualitas, yakni bahwa secara kodrati, pria dan
wanita mempunyai unsur kesatuan.
Seksualitas
Menurut Perjanjian Baru
Tubuh
manusia dan organ-organ seksnya merupakan anugerah istimewa Allah kepada manusia.
Secara logis Allah merestui relasi seksual manusia. Hal ini lebih ditegaskan
lagi oleh Santo Paulus bahwa kawin itu lebih baik bahkan diharuskan daripada
hangus oleh nafsu (lih.1 Kor 7:9). Selain itu juga dalam Perjanjian Baru kita
dapat menemukan kisah tentang para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang mendapatkan
perempuan yang berzinah (lih. Yoh 8:3). Akan tetapi, Yesus tidak menghukum
perempuan itu, karena perempuan itu bersujud meminta ampun dan bertobat atas
perbuatannya itu. Hal ini mau melukiskan bahwa Tuhan masih memberikan
pengampunan kepada hamba-Nya yang melakukan dosa perzinahan (dosa besar).
Sama dengan berbagai percabulan,
seks sebelum menikah berulangkali dicela dalam Alkitab (Kisah Rasul 15:20; 1
Korintus 5:1; 6:13; 18; 7:2; 10:8, 2 Korintus 12:21; Galatia 5:19; Efesus 5:3;
Kolose 3:5; 1 Tesalonika 4:3). Alkitab mendorong untuk tidak berhubungan seks
sebelum menikah. Seks sebelum menikah atau tindakan cabul lainnya seperti
pemerkosaan sama halnya dengan perzinahan. Seks antara suami dan istri adalah
satu-satunya bentuk hubungan seks yang Tuhan restui (Ibrani13:4).
Dengan demikian Yesus mengajak para
pendosa untuk bertobat dan percaya kepada-Nya, sebab dosa menjadikan manusia
sebagai budak setan.
Seksualitas
Menurut Gereja Katolik
Konstitusi Gaudium Et Spes
Dalam era
globalisasi dan kemajuan dunia yang semakin moderen nilai dari suatu perkawinan
banyak dirusakan oleh berbagai praktek penyelewengan di antaranya poligami,
perceraian, cinta bebas, perkawinan yang diperkosa oleh sikap egoisme,
hedonisme serta usaha menghalangi kelahiran dengan cara tak halal. Selain itu
juga situasi ekonomis, sosial, dan psikologis turut mempengaruhi penghayatan
hidup berkeluarga. Di sinilah gereja dituntut untuk bertanggung jawab dalam
menjawabi semua problematika ini (GS. 47).
Cinta
kasih antara suami dan istri adalah rahmat yang diberikan oleh Allah.
Perwujudan istimewa dari cinta itu dalam perkawinan adalah melakukan hubungan
seksual (GS. 49). Pernikahan suami istri pada dasarnya diarahkan kepada
keturunan. Di sini suami dan istri diajak bekerjasama dengan pencipta.
Kesuburan
menjadi faktor penting dari perkawinan. Meskipun demikian harus selalu disadari
bahwa keturunan bukanlah satu-satunya tujuan dari perkawinan itu (GS. 50). Dengan
demikian seks pra-nikah merusak karakter fundamental perkawinan dengan
mengarahkan seksualitas sebatas untuk memperoleh kenikmatan semata-mata.
Seruan Apostolik Familiaris Consortio
Dokumen Familiaris Consortio dikeluarkan pada
tanggal 22 November 1981 oleh Paus Yohanes Paulus II. Anjuran Apostolik ini
memusatkan perhatian pada keluarga sebagai komunitas hidup dan cinta yang
mempunyai tugas membentuk komunitas pribadi, mengabdi kehidupan, partisipasi
dalam hidup perutusan gereja.
Paus Yohanes
Paulus II dalam mengikuti sinode para uskup sedunia pada tahun 1980 di Roma dia
mengatakan:
Keluarga
sebagai komunitas hidup dan cinta mempunyai tugas mengabdi kepada kehidupan,
yakni bahwa cinta suami dan istri harus bersifat subur, baik dalam arti membuahkan
kekayaan moral dan spiritual.[4]
Dalam
zaman yang ditandai sikap anti kehidupan ini Gereja berjuang untuk membela
kehidupan dengan menolak segala macam cara pembunuhan dan pencegahan kehamilan
dengan cara yang kurang manusiawi.
Jadi
jelas bahwa ajaran Gereja tentang seksualitas selalu dikaitkan dengan
perkawinan. Secara umum seksualitas dipandang sangat positif. Segala yang
bertentangan dan yang meremehkan seksualitas, ditolak oleh Gereja. Setiap
praktek yang menyimpang dikecam dan dikutuk oleh Gereja.
Kitab Hukum
Kanonik
Dalam
Kitab Hukum Kanonik dijelaskan bahwa ada orang yang karena alasan-alasan psikis
tertentu, tidak mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajiban hakiki perkawinan.
Karena itu pula tidak mampu untuk memasuki suatu perkawinan. Misalnya saja
seseorang tersebut sebelum menikah dengan istrinya dia sudah melakukan seksual
dengan perempuan lain dan perempuan itu pun menuntut pertanggungjawaban.
Oleh
karena itu sebelum melakukan pernikahan kedua pasangan harus ada kesepakatan dan
mengerti terlebih dahulu tujuan dari pernikahan tersebut dalam membentuk suatu
persekutuan hidup (Kan.1096 $1). Sehingga secara ekspisit bahwa semua orang
diandaikan mempunyai hak untuk menikah, asalkan tidak ada dasar hukum untuk
membuktikan kebalikannya.
PENILAIAN
MORAL KATOLIK TENTANG HUBUNGAN SEKS PRA–NIKAH
Aspek Biologis
Dalam
melakukan seks baik pria maupun wanita secara biologis tentunya merasakan suatu
kepuasan, kenikmatan, dan kebahagiaan bersama. Bagaimana dengan mereka yang
melakukan seks pra nikah? Bagi mereka yang melakukan seks pra – nikah tentunya
juga merasakan hal yang sama, jika tidak ada unsur paksaan dari antara mereka
(saling mengingini).
Secara
biologis sebenarnya alat kelamin manusia hanya bisa berfungsi untuk membuang
air dan sebagainya. Misalnya, bagi laki-laki mengeluarkan air mani ketika mimpi
basah. Dan perempuan mendapatkan haid. Oleh karena itu kita perlu menjaga alat
kelamin kita dengan sebaik-baiknya. Seks pra-nikah jika dilakukan secara terus-menerus
maka secara biologis dapat merusak alat vital seseorang dan menjadi beban dari
pria seandainya perempuan tersebut hamil.
Oleh
karena itu, Gereja Katolik memberikan gambaran yang jelas terhadap seksualitas,
yakni seksualitas yang hanya boleh dilakukan oleh suami dan istri dengan penuh
setia, ekslusif dan subur. Sehingga memperoleh keturunan dilihat sebagai salah
satu ciri biologis dari cinta suami dan istri.
Aspek Sosial
Dua orang
yang melakukan seks pra-nikah akan terluka dengan berbagai cara yang tidak terantisipasi.
Jika sampai dua orang ini menikah pun, mereka sudah kehilangan rasa hormat
terhadap satu sama lain dan tentunya mereka akan malu baik terhadap keluarga
maupun lingkungan masyarakat. Bahkan pasangan ini bisa-bisa mengalami kepahitan
satu sama lain dan masalah seksual akan menjadi masalah terbesar sepanjang pernikahan mereka.
Seks pra-nikah
memiliki begitu banyak konsekuensi. Tentu sudah sangat sering kita mendengar
atau menjadi saksi mereka yang hamil di luar
nikah, yang melakukan aborsi, terkena
penyakit kelamin atau bahkan AIDS. Itu adalah beberapa contoh resiko yang
dengan sekejap mata bisa merusak total masa depan.
Penghentian
proses generatif, terutama pengguguran atau aborsi dan juga proses sterilisasi
langsung baik tetap maupun sementara ditolak keras oleh pihak gereja. Kalau ada
alasan indikasi fisik atau psikologis untuk mengatur kehamilan suami dan istri
boleh membatasi hubungan seks mereka pada saat mengalami ketidaksuburan saja.
Efek jangka panjangnya akan lebih parah lagi.
Sebagian besar pasangan yang bercerai ternyata pernah melakukan hubungan seks
sebelum menikah? Karena ternyata banyak dari mereka yang terpaksa menikah hanya
karena telah melakukan hubungan seksual. Setelah menikah, mereka akan masuk ke
dunia sebenarnya dimana iming-iming yang diberikan seks pra-nikah hanya menjadi
seperti ‘janji palsu'.
Aspek Agama
Seks
sebelum menikah menjadi begitu umum karena berbagai sebab. Terlalu sering kita
memusatkan perhatian pada aspek “rekreasi” dari seks tanpa memperhatikan aspek
“re-kreasi” dari seks. Benar, seks itu menyenangkan. Allah mendesain seks untuk
itu. Dia menghendaki laki-laki dan perempuan menikmati aktifitas seksual (dalam
lingkup pernikahan). Namun demikian, tujuan utama dari seks bukanlah
kesenangan, namun reproduksi.
Allah melarang hubungan seks
sebelum pernikahan bukan dengan maksud supaya kita tidak mendapat kesenangan,
melainkan untuk melindungi martabat kita sebagai pria dan wanita. Bayangkan,
betapa dunia kita ini akan menjadi lebih baik jikalau maksud Allah dengan
seksualitas ini diikuti: penyakit kelamin akan berkurang, ibu yang tidak
menikah akan berkurang, aborsi akan berkurang, dll.
Tidak berhubungan seks sebelum
menikah adalah satu-satunya jalan Tuhan. Abstinensi (tidak berhubungan seks sebelum
menikah) menyelamatkan nyawa, melindungi para bayi, menempatkan hubungan seks pada
nilai yang sebenarnya, dan yang paling penting: menghormati Tuhan.
Gereja Katolik melihat bahwa relasi
seksual merupakan puncak persatuan cinta suami dan istri. Di sana Allah
berperan penting dalam kesatuan itu, di mana Allah menghendaki kasih emosional
(eros) suami dan istri tidak menjadi
kasih penuh nafsu birahi saja. Bila ini terealisai, sudah menjadi bukti
penghargaan manusia atas pemberian istimewa dari Allah.
Epilog
Perilaku
seks pra-nikah memang dikenal sebagai perilaku yang membawa dampak moral serta
agama. Seksualitas sebagai salah satu di antara nilai-nilai yang tak mungkin
luput dari perhitungan manusia. Dalam meneropong seksualitas sebagai realitas
yang mesti melekat dengan nilai-nilai moral, kita memerlukan langkah
penjernihan ketika kita berhadapan dengan berbagai fakta penyelewengan atas
seksualitas. Untuk itu yang terpenting adalah memperhatikan aspek subjektif dan objektif
dari segala tindakan yang ada, menyadari kompleksitas dan integritas
seksualitas manusia, mengenal dimensi personal, interpersonal serta sosialnya
sebagai unsur esensial dalam melontarkan setiap penilaian moral dan agama.
Bila kita
menilai seks pra-nikah dengan kacamata apapun itu tetap merupakan perbuatan
yang membawa pengaruh besar bagi kedua pasangan Akan tetapi, seorang pria akan
berpikir bahwa yang menderita hanyalah pihak wanita saja. Pernyataan itu salah.
Memang pihak wanita akan menderita. Dia akan merasa ‘terikat' dengan pria yang
kepadanya sudah dia berikan tubuhnya. Bahkan lebih parah lagi, dia bisa menjadi
wanita yang akhirnya bisa menyerahkan tubuhnya pada siapa saja. Dan di dalam
harga diri yang hancur itu, jiwanya sebenarnya sangat terluka. Pria juga akan
terluka secara psikologis dan akan berpengaruh pada rumah tangganya nanti. Ada
rasa bersalah, yang akan melahirkan banyak persoalan, salah satunya dengan
ketagihan seksual yang mengikat.
Oleh
karena itu, jangan pernah bersandar pada perasaan untuk membuat keputusan dalam
hidup ini, terutama mengenai seks pra-nikah. Perasaan bisa berubah kapan saja,
dan bergantung padanya bisa membawa kita ke dalam masalah, terutama ke dalam
dosa.
dalam
VOX, 43/3/1999, p. 36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar